Rabu, 31 Maret 2010

Penderitaan kapten Muslim "James Yee" di penjara Guantanamo

Inilah kisah yang mengungkap sisi gelap perang terhadap terorisme yang
berlebihan dan tanpa aturan, yang menebar bahaya di mana-mana dan
mengakibatkan seorang patriot Amerika sejati diperlakukan layaknya musuh.
Bukannya mendapat penghargaan atas jasa-jasanya, ya malah dihukum.
Reputasi Amerika sebagai negara hukum yang adil ikut tercoreng bersamanya.

Kisah James Yee ini mengungkap bagaimana seorang lulusan West Point yang
patriotik didakwa dengan dakwaan yang amat serius dan ditahan dalam sel
isolasi-semua itu tanpa bukti apa pun.


DARI NEGERI PENUH TUDUHAN

Majalah Tempo, 21 Mei 2006
Oleh: Akmal Naseri Basral

Seorang Alumni West Point (akademi militer paling bergengsi di Amerika
Serikat) meringkuk di penjara akibat berbagai tuduhan konyol. Bahkan
terancam hukuman mati.

***

Florida, 10 September 2003. Kapten James Joseph Yee riang menjejakkan kaki
di pangkalan Udara Angkatan Laut Jacksonville, sebelum terbang balik menuju Seattle.
Di kepalanya sudah terencana: dengan taksi, ia akan melaju ke Bandara Internasional Jacksonville,
sebelum terbang balik menuju Seattle.

Setelah itu, satu jam perjalanan lagi bakal ditempuhnya menuju Fort Lewis, Washington.
Ditambah beberapa menit perjalanan ke luar kota menjuju rumahnya di kawasan Olympia,
kerinduan terhadap anak istrinya selama sepuluh bulan terakhir akan tertebus.
Malangnya, Yee hidup ditengah suasana ketika praduga lebih berkuasa ketimbang fakta.

Siang itu, ketika menginjak Jacksonville, ia baru saja meninggalkan Guantanamo.
Di kompleks penjara dengan
pengamanan maksimum yang dijuluki Amnesty International sebagai "Gulag
Zaman Kita" itu, alumni West Point 1990 ini lebih populer dengan nama
Islamnya, Ustad Yusuf. Ia menyandang tugas yang hanya bisa dipenuhi sangat
sedikit orang Amerika: ulama militer (chaplain).

Sebagai chaplain, Yee bertugas memberikan layanan keagamaan kepada para
"pejuang musuh" - istilah yang digunakan serdadu Amerika untuk sekitar 700
tahanan muslim dari berbagai Negara.
Pengetahuan keislamannya yang luas, dan bahasa Arabnya yang fasih,
membuat Yee akrab dengan para tahanan.

Sejak kedatangan Yee, pada November 2002, aura keagamaan semakin terasa,
misalnya dengan penyelenggaraan salat Jumat di kalangan para tentara muslim
Amerika dan para penerjemah.
Rupanya hal-hal seperti ini justru dipandang
negatif oleh beberapa petinggi militer di Guantanamo.

Dan siang itu kerinduan Yee terhadap keluarganya kandas.
Pihak militer Amerika menuduh Yee kaki tangan Al-Qaidah,
melakukan kegiatan penyadapan dan mata-mata, dan tak mematuhi perintah atasan.
Dengan tuduhan "maksimal" itu,
Yee dijebloskan ke penjara Angkatan Laut di Charleston,
South Carolina, dalam sel isolasi dengan tangan dan kaki digari.
Jika semua tuduhan terbukti, Yee akan menghadapi hukuman mati.

Empat hari setelah Yee ditangkap, sebuah artikel kecil muncul di The
Washington Times dari seorang pejabat pemerintah yang memiliki anonim
Amerika digoyang senewen baru: anasir "teroris" menyusup ke dalam struktur
militer Amerika.
Media massa dengan sigap menyambar sensasi ini tanpa melakukan verifikasi.

Sebagian menjuluki Yee dengan ejekan ganda "Taliban Cina". Tapi semua tuduhan itu tak pernah terbukti.
Militer Amerika yang pantang kehilangan muka,
menerbitkan dakwaan baru: Yee berzina dengan tiga wanita rekan kerjanya di Gitmo serta mengunduh
gambar-gambar porno di komputernya.

Semua dakwaan sontoloyo itu satu per satu gugur di pengadilan.
Pada 19 Maret 2004.
Setelah itu, Yee dengan besar hati masih mau bertugas lagi
sebagai chaplain di militer Amerika, sampai Januari 2005.

Semua pengalaman itu dituangkan Yee dalam memoarnya dengan rinci (versi
Inggris terbit Oktober 2005).
Bukan hanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan serdadu Amerika di
Guantanamo,
melainkan juga kehidupan leluhurnya di Amerika,
awal ketertarikannya pada Islam, sampai ia bersyahadat pada 9 April 1991,
dan masa-masa ia melanjutkan kuliah di Universitas Abu Noor, damaskus, Suriah.

Menjelang kuliahnya khatam, Ia bertemu dengan seorang gadis Suriah berdarah Palestina,
Huda yang kelak menjadi istrinya.
Tak pelak lagi, For God and Country adalah sumber historiografi berharga dari salah satu tempat paling misterius di bumi.

Sikap paranoid yang ditunjukkan Amerika mengingatkan kita pada kasus pemerintah melawan wen Ho Lee, pada tahun 1999.
Lee ilmuwan di Laboratorium Nasional Los Alamos, ketika tersiar kabar ia mengirimkan rahasia nuklir Amerika ke Cina.
Ia dipenjara hampir setahun.
Setelah kasusnya selesai, Pemerintah Amerika akhirnya mengakui: tuduhan
mereka satu kesalahan.
Anehnya, kesalahan itu diulangi pada salah seorang putra terbaik mereka sendiri: James Yee.

________________________________________________________________________________________


Telah Terbit!

FOR GOD AND COUNTRY
Korban Paranoid Amerika
The Untold Story:
Kisah Nyata Penderitaan Kapten Muslim U.S. Army di Penjara Guantanamo
(Penjara Khusus Teroris)

Karya: James Yee
Penerbit: Dastan Books
Terbit: Mei 2006
Tebal: 356 + viii halaman
Harga: Rp 69,900
Non-Fiction

Sarat dengan pengungkapan rahasia. (The Washington Post)

[Yee] mengatakan dalam bukunya bahwa otoritas militer secara sadar menciptakan atmosfer di mana para penjaga
merasa bebas menyiksa para tahanan. (The New York Times)

Kisah pedih Yee yang ia sebut sebagai pelecehan terhadap keyakinan dan
patriotismenya ini sunguh menggelisahkan... (USA Today)

James Yee tiba di Guantanamo sebagai perwira AS yang patriotik...
Namun kemudian ia ditahan, dituduh menjadi mata-mata.
Ini adalah kisahnya yang menggelisahkan. (The Sunday Times)

Kapten James Yee, korban paranoid Washington. (Kompas)

James Yee. Berbagai tekanan diterima karena ras dan kepercayaannya. (Tempo)

Yee mendapat perlakuan layaknya tahanan lain di kamp yang terkenal dengan kekejaman para penjaganya itu... (Republika)

Yee mencintai Tuhan dan Amerika, namun salah satunya memenjarakannya.

***

Pelecehan terhadap kitab suci umat Islam kerap terjadi di Penjara Guantanamo.
Polisi militer di penjara sering menggunakan lembaran Alquran untuk membersihkan lantai.
Saya sering menemukan sobekan lembar Alquran di lantai.

***

Mereka tidak peduli pangkat saya kapten, lulusan West Point,
akademi militer paling bergengsi di Amerika Serikat.
Mereka tidak peduli agama saya melarang telanjang di hadapan orang.
Mereka tidak peduli belum ada dakwaan resmi terhadap saya.
Mereka tidak peduli istri dan anak-anak saya tidak mengetahui keberadaan saya.
Mereka pun jelas tidak peduli kalau saya adalah warga Amerika yang setia dan, di atas segalanya, tidak bersalah.

***

Istrinya menggenggam pistol di tangan yang satu dan dua butir peluru di tangan lainnya. "Ajari aku cara menggunakannya,"
bisik wanita itu melalui telepon dari apartemen mereka di Olympia, Washington.
Dari semua hal yang pernah dilalui James Yee-penahanan, tuduhan spionase,
76 hari di dikurung di sel isolasi-ini adalah yang terburuk.

Rasa takut membadai di dadanya saat bicara di telepon dengan istrinya.
Sebagai seorang ulama militer, Yee telah dilatih untuk mendeteksi dan mencegah tindakan bunuh diri.
Yee tahu bahwa kondisi Huda telah kritis.
Istrinya itu telah menemukan pistol Smith & Wesson miliknya yang disimpan di tempat tersembunyi di dalam lemari.
Huda sudah merencanakan ini.
Yee merasa tak berdaya...

***

Kisah James Yee ini mengungkap bagaimana seorang lulusan West Point yang
patriotik didakwa dengan dakwaan yang amat serius dan ditahan dalam sel
isolasi-semua itu tanpa bukti apa pun.

James Yee dibesarkan di New Jersey dan-seperti ayah dan kakak-kakaknya-ingin mengabdi pada negaranya.
Ia memutuskan untuk masuk US Army Chaplain Corps (Korps Ulama Angkatan Darat AS)
sebagai salah seorang ulama Muslim pertama.
Kisahnya ini dituturkan dengan amat memikat,
menyuguhkan pandangan orang-dalam tentang kondisi di Teluk Guantanamo,
tempat Yee ditugaskan pada tahun 2003.
Tugasnya adalah melanyani kebutuhan spiritual para tahanan di sana,
dan karenanya ia lebih memahami kondisi mereka ketimbang orang lain.
Namun, karena itu ia malah dijuluki 'Taliban Cina', disindir, dicerca, dan difitnah macam-macam.
Semua itu tidak terbukti; seluruh dakwaan terhadapnya dibatalkan.
Sayangnya, karier militer dan reputasinya telah lebih dulu hancur.

Inilah kisah yang mengungkap sisi gelap perang terhadap terorisme yang
berlebihan dan tanpa aturan, yang menebar bahaya di mana-mana dan
mengakibatkan seorang patriot Amerika sejati diperlakukan layaknya musuh.
Bukannya mendapat penghargaan atas jasa-jasanya, Yee malah dihukum.
Reputasi Amerika sebagai negara hukum yang adil ikut tercoreng bersamanya.

***

Seriusnya situasi yang dihadapi Yee amatlah jelas. (Guardian)

[Yee] harus menjalani penyidikan militer yang sarat dengan kecurigaan terhadap keyakinanya... (Publishers Weekly)

[Kisah ini] menunjukkan bahwa tiada seorang pun yang aman pada masa-masa paranoid ini. (The Australian)

Buku ini sungguh bertenaga, mengungkap bagaimana ketakutan dan kebodohan
dapat mengarah kepada pelecehan terhadap keadilan. (The Associated Press)

Chaplain Yee, dipenjara karena keyakinannya. (Asian Week)

James Yee lulus dari West Point pada tahun 1990,
mengabdi di Angkatan Darat AS selama empat belas tahun,
termasuk tugas di Arab Saudi pasca-Perang Teluk I.
Setelah memeluk Islam pada tahun 1991, ia belajar di Damaskus, Suriah selama empat tahun.
Ia telah dua kali menunaikan ibadah haji ke Makkah.
Kini ia tinggal di Olympia, Washington.

CATATAN NASEHAT:
Komunikasi ini diistimewakan, rahasia dan tidak mungkin dibaca,
yang disalin atau yang disingkapkan atau yang digunakan oleh siapapun selain dari label yang dinyatakan.
Siapapun pengguna tidak sah, penyalinan atau penyingkapan dengan keras dilarang dan mungkin tak sah.
Jika kamu sudah menerima posting blog ini salah atau sebab kekhilafan,
menyenangkan memberitahu kita dengan seketika dan menghapusnya dari sistemmu.
Manapun kerahasiaan dan perlakuan khusus dari posting blog ini tidaklah dilepaskan
sebab blog ini telah diperbaharui kepadamu dalam kaitan dengan seperti itu adalah kesalahan atau kekeliruan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar